Ibadah I'tikaf

Ibadah I'tikaf
ibadah itikaf

IBADAH I’TIKAF

I’tikaf secara bahasa adalah al-Habs (menahan diri), al-Mukts (berdiam diri), dan al-Mulazamah (menetapi).

I’tikaf secara syari’at adalah menetapnya seorang muslim di dalam masjid dengan niat dan tata cara tertentu, diikuti perbuatan berdiam diri untuk melakukan ibadah serta ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menahan diri dari perkara-perkara dosa.

I’tikaf secara syari’at menurut Al-Imam an-Nawawi dan Al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai berikut..

  • Al-Imam an-Nawawi : “I’tikaf adalah berdiam diri di masjid yang dilakukan oleh orang tertentu dengan niat tertentu.”
  • Al-Hafizh Ibnu Hajar : “I’tikaf adalah menetap di dalam masjid yang dilakukan oleh orang tertentu dengan tata cara tertentu.”

PERINTAH DAN MAKNA DISYARIATKANNYA I’TIKAF

  1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” [Al Baqarah: 125]

Maknanya : I’tikaf adalah merupakan bentuk pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

  1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

“(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” [Al Baqarah: 187]

Maknanya : Yang pertama adalah larangan bercampur (melakukan hubungan suami istri) ketika sedang melakukan i’tikaf, dan yang kedua adalah bahwa Ibadah i’tikaf dilakukan di dalam masjid.

HUKUM IBADAH I’TIKAF

Para Ulama sepakat bahwa hukum i’tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan untuk mencari malam lailaul qadar adalah sunnah (tidak wajib). Dan Para Ulama sepakat bahwa beri’tikaf saat puasa adalah hal yang disyariatkan, sehingga semakin sempurna dalam mengarahkan hati hanya kepada Allah ta’ala, dan i’tikaf sangat dianjurkan dilakukan di 1O hari terakhir Ramadhan untuk mencari lailatul qadar.

Namun ibadah i’tikaf sunnah ini dapat menjadi wajib apabila seorang bernadzar untuk beri’tikaf.

Al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan, “I’tikaf tidaklah wajib berdasarkan ijma’ kecuali bagi seorang yang bernadzar untuk melakukan I’tikaf.” [Fath al-Baari 4/271]

‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha mengatakan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ

“Barangsiapa bernadzar untuk melakukan ketaatan kepada Allah, dia wajib menunaikannya.” [HR. Bukhari: 6318]

‘Umar radhiyallaahu ‘anhu pernah bertanya kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai rasulullah! Sesungguhnya saya pernah bernadzar untuk beri’tikaf selama satu malam di Masjid al-Haram.” Nabi pun menjawab, “Tunaikanlah nadzarmu itu!” [HR. Bukhari: 1927]

DALIL DISUNNAHKANNYA IBADAH I’TIKAF

Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :

إِنِّى اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ ثُمَّ أُتِيتُ فَقِيلَ لِى إِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلْيَعْتَكِفْ . فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَهُ

“Sungguh saya beri’tikaf di di sepuluh hari awal Ramadhan untuk mencari malam kemuliaan (lailat al-qadr), kemudian saya beri’tikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa yang ingin beri’tikaf, hendaklah dia beri’tikaf (untuk mencari malam tersebut). Maka para sahabat pun beri’tikaf bersama beliau.” [HR. Muslim: 1167]

WAKTU IBADAH I’TIKAF

1. Mulai melakukan ibadah i’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, beliau mengatakan :

إِذَا كَانَ مُقِيماً اعْتَكَفَ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ وَإِذَا سَافَرَ اعْتَكَفَ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ عِشْرِينَ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ketika dalam kondisi mukim. Apabila beliau bersafar, maka beliau beri’tikaf pada tahun berikutnya selama dua puluh hari.” [HR. Ahmad: 12036]

Begitupula hadits Ubay bin Ka’ab radhiyallaahu ‘anhu, beliau mengatakan :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَعْتَكِفُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَسَافَرَ سَنَةً فَلَمْ يَعْتَكِفْ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْماً

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Kemudian beliau pernah bersafar selama setahun dan tidak beri’tikaf, akhirnya beliau pun beri’tikaf pada tahun berikutnya selama dua puluh hari.” [HR. Ahmad: 21314]

2. Dianjurkan untuk masuk ke dalam masjid ketika matahari terbenam pada malam ke-21 Ramadhan.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوْسَطِ مِنْ رَمَضَانَ، فَاعْتَكَفَ عَامًا حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَهِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي يَخْرُجُ مِنْ صَبِيحَتِهَا مِنْ اعْتِكَافِهِ، قَالَ:

bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf pada sepuluh malam pertengahan bulan dari Ramadhan, beliau melakukannya satu kali pada tahun itu. Hingga ketika malam kedua puluh satu, yaitu malam ketika beliau kembali dari tempat i’tikaf, beliau bersabda :

مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفْ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ، وَقَدْ أُرِيتُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا، وَقَدْ رَأَيْتُنِي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ مِنْ صَبِيحَتِهَا، فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَالْتَمِسُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ.

“Siapa yang telah i’tikaf bersamaku, maka hendaklah dia beri’tikaf pada sepuluh malam akhir. Sungguh aku telah diperlihatkan malam lailatul qadr ini, namun kemudian aku lupa waktunya yang pasti. Maka carilah pada sepuluh malam yang akhir dan carilah pada malam yang ganjil.”

قَالَ: فَمَطَرَتْ السَّمَاءُ تِلْكَ اللَّيْلَةَ، وَكَانَ الْمَسْجِدُ عَلَى عَرِيشٍ، فَوَكَفَ الْمَسْجِدُ، فَبَصُرَتْ عَيْنَايَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَبْهَتِهِ أَثَرُ الْمَاءِ وَالطِّينِ مِنْ صُبْحِ إِحْدَى وَعِشْرِينَ.

Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kemudian pada malam itu turun hujan dari langit. Pada waktu itu atap masjid masih terbuat dari pelepah kurma, hingga air hujan menetes ke dalam masjid. Kemudian mataku memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pada dahi beliau ada sisa air dan tanah yang membekas di waktu pagi, pada hari kedua puluh satu.”

[Kitab As-Shiyam ‘Umdatul Ahkam, Materi 30: Hadits 28]

PEREMPUAN BOLEH MELAKUKAN IBADAH I’TIKAF

Rasulullah Shallallaahu alayhi ‘Alayhi wa Sallam mengizinkan istri beliau ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha untuk melakukan ibadah i’tikaf.

Berikut 2 hadits yang menunjukkan dibolehkannya perempuan melakukan ibadah i’tikaf :

  1. ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.” [HR. Bukhari no. 2041]

  1. ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata :

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” [HR. Bukhari no. 2026 dan  Muslim no. 1172]

JIKA TIDAK DAPAT MELAKUKAN I’TIKAF SELAMA 10 HARI TERAKHIR RAMADHAN

Fatwa Syaikh Shalih al-Fauzan menjelaskan bahwa bolehnya melakukan iktikaf, walaupun hanya sesaat saja :

إذا تعذر عليك أن تعتكف العشر الأواخر من رمضان كاملة، لماذا لا تعتكف في المسجد ولو لساعة واحدة أو يوما واحدا إن استطعت أو من العشاء إلى الفجر.

Jika anda tidak bisa untuk melakukan iktikaf selama 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan secara keseluruhan, mengapa anda tidak melakukan iktikaf di masjid walaupun hanya satu jam saja atau satu hari saja jika anda mampu, atau dari waktu Isya’ hingga Fajar.

كل يوم نذهب إلى المسجد لنصلي العشاء والقيام، فلماذا لا تنوي الإعتكاف ولو من العشاء إلى صلاة القيام أو حتى إلى صلاة الفجر، ثم تذهب لعلها توافق ليلة القدر فتفوز فوزا عظيما.

Setiap hari kita pergi ke masjid untuk mengerjakan shalat Isya’ dan Tarawih, maka mengapa anda tidak meniatkan iktikaf, walaupun hanya dari waktu Isya’ sampai shalat Tarawih, atau hingga shalat Shubuh, kemudian anda pergi. Mudah-mudahan siapa tahu anda bertepatan mendapatkan malam Lailatul Qadar, sehingga anda bisa meraih keberuntungan yang sangat besar.

وهذه فتوى للشيخ صالح الفوزان أنه يجوز الإعتكاف ولو لساعة واحدة.

Dan berikut ini fatwa Syaikh Shalih al-Fauzan yang menjelaskan bahwa boleh melakukan iktikaf, walaupun hanya sesaat saja.

Lalu bagaimana jika seseorang hanya duduk sejenak di masjid, apakah yang dilakukannya tersebut dapat dikatakan i’tikaf?

سُئِلَ العلّامةُ ابْنُ بَاز رحمه الله عن الجُلُوسِ في المَسْجِدِ سَاعةً يُسَمَّى اعتِكَافًا؟

فَقَال : نَعَم إذَا نَوَاهُ.

مسائل ابن باز.الاعتكاف (١/١٣٦)

Asy-Syaikh Abdul’Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya :

“Duduk sejenak di masjid bisa dikatakan itikaf?”

Maka beliau menjawab : “Iya, jika dia meniatkannya.”

[Masail Ibni Baz. Bab I’tikaf (juz.1/hal.136)]


Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mudahkan kita dalam menjalankan ibadah i’tikaf di 10 hari terakhir Ramadhan. Baarakallaahu fiikum…

RISE THE UMMAH !

Ayu Ummu Kenzie for Women’s Lines