Catatan Penting Bulan Ramadhan
1. NIAT PUASA
Niat merupakan syarat sahnya ibadah puasa. Niat adalah amalan hati dan niat puasa Ramadhan tidak disyaratkan untuk dilafazhkan.
Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan (balasan) sesuai dengan yang dia niatkan” [HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]
2. WAKTU NIAT PUASA
Disyaratkan untuk niat puasa (menetapkan niat) di setiap malam hari sebelum tiba waktu subuh, dan hukumnya adalah wajib serta termasuk syarat sahnya puasa. [Pendapat Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, dan juga salah satu riwayat dari Imam Ahmad Rahimahumullaahu Ta’ala]
Dari sahabat Hafshah radhiyallaahu ‘anha, Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ“Barangsiapa yang belum berniat untuk berpuasa sebelum fajar, maka tidak ada (tidak sah) puasa baginya.” [HR. Abu Daud no. 209 no. 2098, An-Nasa’i no. 2291, Ibnu Majah no. 1700]
3. DALIL SUNNAH MELAKUKAN SAHUR
Sahur merupakan perbuatan makan atau minum sepanjang bulan Ramadhan yang dilakukan seorang Mukmin sebelum terbit Fajar.
Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً
“Bersahurlah karena dalam makanan sahur terdapat keberkahan.” [HR. Bukhari no. 19 no. 1922 dan Muslim no. 1095]
Dalam riwayat lain disebutkan, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
السُّحورُ كلُّه بركةٌ فلا تَدَعُوه ، و لَو أن يَجرَعَ أحدُكُم جَرعةً مِن ماءٍ ، فإنَّ اللهَ عزَّ وجلَّ وملائكتَه يُصلُّونَ على المتسحِّرينَ
“Makanan sahur semuanya berkah, maka jangan tinggalkan dia. Walaupun kalian hanya meneguk seteguk air. Karena Allah ‘azza wa jalla dan para malaikatnya bershalawat kepada orang-orang yang sahur.” [HR. Ahmad no. 11101, dihasankan Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no. 1070]
4. WAKTU SAHUR
Batas waktu sahur dimulai dari pertengahan malam hingga terbit fajar. Imam An-Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu’ :“Waktu sahur adalah rentang waktu antara pertengahan malam hingga terbitnya fajar (waktu Subuh).”
“… Dan makan minumlah kalian hingga tampak jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, iaitu fajar.” [Al-Baqarah : 187]
5. WAKTU TERBAIK SAHUR
Dianjurkan untuk menunda sahur hingga mendekati waktu terbitnya fajar, selama tidak dikhawatirkan datangnya waktu fajar ketika masih makan sahur.
Ibnu Abbas radhiyallaahu ’anhuma bertanya kepada Zaid bin Tsabit radhiyallahu ’anhu :
كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً
“Berapa biasanya jarak sahur Rasulullah dengan azan (subuh)? Zaid menjawab : sekitar 50 ayat.” [HR. Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097]
Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan,
في قوله: قَدْرُ خَمسينَ آيةً؛ أي: متوسِّطةٌ، لا طويلةٌ ولا قصيرةٌ ولا سريعةٌ ولا بطيئةٌ
“Perkataan Zaid [sekitar 50 ayat] maksudnya dengan kecepatan bacaan yang pertengahan. Tidak terlalu panjang, tidak terlalu pendek, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.” [Fathul Bari, 1: 367]
Dalam riwayat lain dari Abu Dzar, Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا أَخَّرُوا السَّحُورَ وَعَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Umatku senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.” [HR Ahmad]
6. MAKANAN TERBAIK SAHUR
Makanan terbaik bagi seorang mukmin ketika sahur adalah kurma, sebagai persiapan dirinya untuk berpuasa. Karena waktu sahur dan kurma, dua-duanya memiliki keberkahan yang membantu seorang yang berpuasa di siang hari.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
نِعْمَ سَحورُ المؤمِنِ التَّمرُ
“Sebaik-baik makanan sahur adalah tamr (kurma kering)” [HR. Abu Daud no. 2345, disahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud]
Disebutkan Mausu’ah Haditsiyyah Durar Saniyyah dalam syarah hadis ini, “Makanan terbaik bagi seorang mukmin ketika sahur adalah kurma, sebagai persiapan dirinya untuk berpuasa. Karena waktu sahur dan kurma, dua-duanya memiliki keberkahan yang membantu seorang yang berpuasa di siang hari.”
7. KETIKA HENDAK BERBUKA PUASA
Memperbanyak berdo’a ketika hendak berbuka puasa, karena sesungguhnya doa adalah termasuk dari ibadah, maka perbanyak berdo’a di waktu mustajab ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ لَا تُرَدّ، دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الصّـَائِمِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
“Dari Anas bin Malik Radhiyallahu’ anhu dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak :
(1) Doa orang tua kepada anaknya,
(2) Orang yang berpuasa ketika berbuka,
(3) Do’a orang yang sedang safar (musafir).”
[HR. al-Baihaqi 3/345 dan yang lainnya]
8. DOA BUKA PUASA
Bersegeralah untuk berbuka puasa dan ketika berbuka, mulailah dengan membaca ‘Bismillah’, lalu santaplah beberapa kurma, kemudian hendaknya kita membaca doa setelah membatalkan puasa dengan doa sebagai berikut : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ، إِذَا أَفْطَرَ قَالَ
“Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam apabila telah berbuka puasa, beliau berdoa :
ذَهَبَ الظّـَمَأُ وَابْتَلّـَتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.
“Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki.”
[HR. Abu Daud no. 2357, An-Nasa-i dalam As Sunan Al-Kubro no. 3315 dan selainnya]
9. SHALAT TARAWIH
Shalat tarawih adalah shalat yang hukumnya sunnah, namun merupakan ibadah yang utama di bulan Ramadhan untuk mendekatkan diri pada Allah Ta’ala.
Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” [HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759]
Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh Imam Nawawi [Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6:39]
10. SHALAT WITIR
Shalat witir adalah shalat yang dilakukan dengan jumlah raka’at ganjil (1, 3, 5, 7 atau 9 raka’at).
Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرً
“Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat witir.” [HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751]
Jika shalat witir dilakukan dengan tiga raka’at, maka dapat dilakukan dengan dua cara:
(1) tiga raka’at, sekali salam [HR. Al Baihaqi], (2) mengerjakan dua raka’at terlebih dahulu kemudian salam, lalu ditambah satu raka’at kemudian salam [HR. Ahmad 6:83]
Membaca do’a qunut (witir) adalah sesuatu yang disunnahkan. Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam biasa membaca qunut tersebut, dan pernah mengajari (cucu beliau) Al Hasan beberapa kalimat qunut untuk shalat witir (Allahummahdiini fiiman hadait, wa’aafini fiiman ‘afait, watawallanii fiiman tawallait, wabaarik lii fiima a’thait, waqinii syarrama qadlait, fainnaka taqdhi walaa yuqdho ‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbana wata’aalait). [HR. Abu Daud no. 1425, An Nasai no. 1745, At Tirmidzi no. 464, shahih kata Syaikh Al Albani]
11. I’TIKAF
I’tikaf secara syari’at adalah menetapnya seorang muslim di dalam masjid dengan niat dan tata cara tertentu, diikuti perbuatan berdiam diri untuk melakukan ibadah serta ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menahan diri dari perkara-perkara dosa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” [Al Baqarah: 125]
Maknanya : I’tikaf adalah merupakan bentuk pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
12. DALIL DISUNNAHKANNYA I’TIKAF
Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
إِنِّى اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ ثُمَّ أُتِيتُ فَقِيلَ لِى إِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلْيَعْتَكِفْ . فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَهُ
“Sungguh saya beri’tikaf di di sepuluh hari awal Ramadhan untuk mencari malam kemuliaan (lailat al-qadr), kemudian saya beri’tikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa yang ingin beri’tikaf, hendaklah dia beri’tikaf (untuk mencari malam tersebut). Maka para sahabat pun beri’tikaf bersama beliau.” [HR. Muslim: 1167]
13. WAKTU I’TIKAF
I’tikaf dilakukan pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Para Ulama sepakat bahwa hukum i’tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan untuk mencari malam lailaul qadar adalah sunnah (tidak wajib).
Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, beliau mengatakan :
إِذَا كَانَ مُقِيماً اعْتَكَفَ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ وَإِذَا سَافَرَ اعْتَكَفَ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ عِشْرِينَ.“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ketika dalam kondisi mukim. Apabila beliau bersafar, maka beliau beri’tikaf pada tahun berikutnya selama dua puluh hari.” [HR. Ahmad: 12036]
14. LAILATUL QADAR
Malam lailatul qadar, yaitu malam yang sangat istimewa dan disebutkan dalam Al-Quran sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam diturunkannya Al-Quran yang menjadi petunjuk bagi umat manusia. Malam yang turun pada salah satu malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, yang diberikan untuk seorang Muslim yang menegakkan lailatul qadar dengan iman dan ihtisab (mengharapkan pahala).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر – أي العشر الأخير من رمضان – شد مئزره، وأحيا ليله، وأيقظ أهله . [متفق عليه]
“Kebiasaan Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam apabila memasuki 10 terakhir Ramadhan, beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malam-malamnya, dan membangunkan keluarganya.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Dahulu para sahabat radhiallaahu ‘anhum juga sangat bersemangat meraih keutamaan lailatul qadar, maka sebagai seorang Muslim kitapun hendaknya bersungguh-sungguh dalam beribadah dan melakukan berbagai amalan, seperti dalam menghidupkan shalat malam di sepuluh malam terakhir Ramadhan karena iman dan ihtisab (mengharap pahala).
15. IBADAH YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MERAIH LAILATUL QADAR
a). Melakukan shalat malam.
Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang shalat malam di Lailatul Qadar karena Iman dan mengharap pahala, dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Al-Bukhari]
b). Membaca Al Qur’an.
Syaikh bin Baz rahimahullaahu Ta’ala berkata : “Adapun jika seorang wanita membutuhkan untuk membaca Alqur’an dari mushaf maka tidak mengapa baginya dengan syarat menggunakan penghalang (pelapis) seperti kaus tangan dan yang semisalnya.” [Majmu’ Fatawa bin Baz 6/360]
c). Memperbanyak Dzikir
Memperbanyak dzikir dengan menyebut Subhanallah, Alhamdulillah), Allahu Akbar, dan Laa ilaha ilallah.
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” [QS. Al-Ahzab : 41-42]
وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” [QS. Al-Jumu’ah : 10]
e). Memperbanyak istighfar dan memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
وَاللَّهِ إِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
“Demi Allah, aku sungguh beristighfar pada Allah dan bertaubat pada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.” [HR. Bukhari no. 6307]
f). Memperbanyak doa. Doa merupakan salah satu dari ibadah yang afdhol, bahkan disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih :
الدعاء هو العبادة
“Doa itu adalah ibadah.” [HR.Tirmidzi dan Abu Dawud]
g). Memperbanyak berinfak dan bersedekah.
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.” [QS. Ali ‘Imran : 92]
h). Memperbanyak berbuat baik.
Berbuat baik dapat dilakukan kepada sesama dengan menyiapkan makanan atau minuman untuk sahur dan berbuka, membangunkan suami dan anak-anak untuk shalat malam, serta perbuatan baik lainnya.
Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ
“Siapa yang menolong saudaranya dalam kebutuhannya, maka Allah pun akan menolongnya dalam kebutuhannya.” [HR. Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580, dari Ibnu ‘Umar]
i). Menghadiri majelis ilmu.
Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wa allam bersabda
:مَن سلَك طريقًا يطلُبُ فيه عِلْمًا، سلَك اللهُ به طريقًا مِن طُرُقِ الجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh jalan menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya untuk menuju surga.” [HR. At Tirmidzi no. 2682, Abu Daud no. 3641, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud]
Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wa allam juga bersabda :
بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَه
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka akan dinaungi rahmat, mereka akan dilingkupi para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.” [HR. Muslim no. 2699]
16. WAKTU MALAM LAILATUL QADAR
عن جابر بن سمرة رضي الله عنه قال، قال رسول الله ﷺ : “الْتمَسوا ليلةَ القدرِ في العشرِ الأواخرِ مِن رمضانَ في وترٍ، فإنِّي قد رأيتُها فنُسِّيتُها.”صحيح الجامع ١٢٣٩ Dari Jabir bin Samurah رضي الله عنه berkata, Rasulullah ﷺ bersabda :
“Carilah malam Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, di malam ganjil, karena sesungguhnya saya telah melihatnya tapi saya dilupakan.” [Shahih Al-Jami’ 1239]
Dalam riwayat lain dijelaskan, عن عبدالله بن عباس رضي الله عنهما قال، قال رسول الله ﷺ : “ليلةُ القدْرِ ليلةٌ سمِحَةٌ، طَلِقَةٌ، لا حارَّةٌ ولا بارِدَةٌ، تُصبِحُ الشمسُ صبيحتَها ضَعيفةً حمْراءَ.”صحيح الجامع ٥٤٧٥ Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, Rasulullah ﷺ bersabda :
“Malam Lailatul Qadar adalah malam yang indah dan cerah, udaranya tidak panas dan tidak dingin. Paginya matahari terbit redup berwarna merah.” [Shahih al-Jami’ 5475]
17. DOA DI MALAM LAILATUL QADAR
سألت عائشة رضي الله عنها رسول الله صلى الله عليه وسلم، إذا أدركت ليلة القدر ما ذا تقول
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang apa yang seharusnya di ucapkan ketika mendapati malam Lailatul Qadar.
قال: قولي: اللهم إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Beliau menjawab : “Ucapkanlah : ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ‘ANNII
“Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf, menghapus kesalahan, karenanya maafkanlah aku, hapuslah dosa-dosaku.” [HR. Tirmidzi, no. 3513 dan Ibnu Majah, no. 3850]
18. ZAKAT FITRAH
Zakat fitrah adalah zakat atau harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim di penghujung bulan Ramadhan atau menjelang hari Idul Fitri, untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (asnaf).
Waki’ bin Al-Jarrah mengatakan, “Zakat fitrah untuk bulan Ramadhan itu seperti sujud sahwi ketika shalat. Zakat fitrah itu menutup kekurangan saat puasa sebagaimana sujud sahwi menutupi kekurangan shalat.” [Lihat Mughni Al-Muhtaj dan Al-Majmu’, dinukil dari Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 2:96]
Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, beliau berkata :
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” [HR. Abu Daud, no. 1609 dan Ibnu Majah, no. 1827. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan]
19. WAKTU MENUNAIKAN ZAKAT FITRAH
Waktu yang utama untuk membayar zakat fitrah adalah dari saat dimulainya terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied.
Asy-Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin rahimahullaahu Ta’ala :
فَتَكُونُ الْأَوْقَاتُ إِذَنْ ثَلَاثَةً:الأَوَّلُ: وَقْتٌ لِلْوُجُوبِ عِندَ غُرُوبِ الشَّمْسِ لَيْلَةَ الْعِيدِ.الثَّانِي: وَقْتُ جَوَازٍ قَبْلَ الْعِيدِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ.الثالِثُ: وَقْتُ استِحْبَابٍ، وَذَلِكَ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلَاةِ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَمَرَ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ.
“Waktu penyerahan zakat fitrah ada tiga :
- Waktu ketika dimulainya kewajiban zakat fitrah. Yaitu ketika matahari terbenam (di hari terakhir Ramadhan) memasuki malam hari raya.
- Waktu yang dibolehkan, yaitu sehari atau dua hari sebelum hari raya.
- Waktu yang dianjurkan. Yaitu tepat di hari raya sebelum melaksanakan shalat id. Karena Nabi Muhammad ﷺ memerintahkan agar zakat fitrah dikeluarkan sebelum orang-orang berangkat menuju shalat id.” [Ad-Durus al-Fiqhiyyah, 1/657]
20. UKURAN ZAKAT FITRAH DENGAN BERAS
Asy-Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin rahimahullaahu Ta’ala berkata :
Ukuran satu sha’ sebanding dengan 2 kg ditambah 40 gram jika berupa gandum yang berkualitas baik. Inilah ukuran sha’ nabawi yang digunakan oleh Nabi Muhammad ﷺ untuk zakat fitrah.
Pernyataan “2 kg ditambah 40 gram jika berupa gandum yang berkualitas baik”, mengingatkan kita bahwa ukuran berat antara satu jenis makanan pokok dengan yang lain berbeda-beda, karena sha’ ialah takaran, bukan satuan berat.
Ketika asy-Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin ditanya tentang ukuran zakat fitrah, beliau memberikan jawaban :الظَّاهِرُ أنَّهَا كِيلُوَانِ وَنِصْفٌ تَقْرِيبًا مِنَ الْأَرُزِّ“Yang nampak ± 2,5 kg untuk beras.” [Fatawa Su’al ‘alal Hatif, 1/683]
Ukuran 2,5 kg ini telah ditetapkan sejak lama di negeri kita, 2,5 kg. Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh al-Lajnah ad-Da’imah, ukuran zakat fitrah beras adalah ± 3 kg. [Al-Majmu’ah al-Ula, 9/371]
Maka ukuran 2,5 kg insya Allah sudah sah, dan jika mengeluarkan zakat fitrah dengan ukuran 3 kg, itu lebih baik.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan taufik dan kemudahan untuk menjalankan berbagai ibadah di sepanjang bulan Ramadhan. Baarakallaahu fiikum…
RISE THE UMMAH !
Ayu Ummu Kenzie For Women’s Lines